Senin, 31 Mei 2010

resume kuliah bagian 2

Peran Guru dalam Pembelajaran

Peran guru: sebagai demonstrator, pengelola kelas, mediator dan fasilitator, serta evaluator

Guru bertugas:
- Sbg profesi: mendidik, melatih, mengajar
- Kemanusiaan
- Kemasyarakatan

Contoh pendidik: guru (sekolah), dosen (perguruan tinggi), tutor (kursus), pamong belajar
9PKMB), widyaswara (lembaga), ustadz (madrasah, LPAI).
Contoh tenaga pendidikan: administrator (TU), pengelola (laboran, pustakawan, kep sek), pengembangan, pengawas, pelayanan teknis proses pendidikan).

3 macam guru: guru kelas, guru bidang studi, an guru BK

Standard kompetensi kelompok/ kerangka dasar kurikulim:
• Pelajaran agama dan akhlak mulia
• Pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian
• IPTEK
• Estetika
• Jasmani, olahraga, dan kesehatan

Isi UU sisdiknas

“Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak "mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama", dan "mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya"

Bentuk Penyelenggaraan Pendidikan

Bab VI

Menjelaskan secara rinci mengenai jalur, jenjang dan jenis pendidikan
Pasal 13

"Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya", dan "diselenggarakan dengan sistem terbuka melalui tatap muka dan/atau melalui jarak jauh"

Standar Nasional Pendidikan

Bab IX pasal 35

"Standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan yang harus ditingkatkan secara berencana dan berkala"
Kurikulum

Bab X pasal 36, 37, 38

"Pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu standar nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional, dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik"
Pendidikan dan Tenaga Kependidikan

Bab XI pasal 40 ayat 2

"Pendidik dan tenaga kependidikan berkewajiban : Menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis dan dialogis; Mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan, dan memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya"

Sarana dan Prasarana Pendidikan

Pasal 46 ayat 1

"Pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah, Pemerintah Daerah dan masyarakat"

Pasal 47 ayat 1 dan 2

"Sumber pendanaan pendidikan ditentukan berdasarkan prinsip keadilan, kecukupan, dan berkelanjutan, dan Pemerintah, Pemerintah Daerah, serta masyarakat mengerahkan sumber daya yang ada sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku”

Pasal 34 ayat 2

"Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya"

PERMASALAHAN UNDANG UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

1. Bab II pasal 2 => UU Sisdiknas disusun berdasar Pancasila, memuat unsur ketuhanan, kebangsaan, manusiawi, demokratis dan adil.
belum tampak pembagian dengan jelas unsur apa yang menjadi tanggung jawab dalam pendidikan keluarga, sekolah, dan masyarakat
2. Masih dijumpai substansi yang kontradiksi
3. Ekologi pendidikan tidak ada perhatian
4. Budaya ilmu belum ditekankan
5. Budaya belajar belum tampak
6. Kemandirian tidak disinggung
7. Kreativitas kurang memperoleh perhatian
8. Desentralisasis dan kerancuan tanggungjawab (perumusan UU Sisdiknas tidak terlepas dari UU lainnya seperti UU Otonomi Daerah, UU Otonomi Kampus/BHMN, dan UU Kewarganegaraan)
9. Terjadi ketidakjelasan tanggung jawab antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat
Contohnya pada pasal 10, pasal 11 ayat 1 dan 2, pasal 34 ayat 2 dan 3
10. Pasal 34 ayat 2 menyebutkan pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya, tetapi pada ayat 3 penyelenggaraan melibatkan masyarakat
11. Pasal 24 ayat 1 dan 2 menyebutkan pendidikan tinggi memiliki hak otonom dalam mengelola sendiri lembaganya, berlaku kebebasan akademik, kebebasan mimbar akademik, serta otonomi keilmuan. akan tetapi pada pasal 10, pemerintah berhak melakukan intervensi terhadap pelaksanaan pendidikan
12. Pasal 9 menyatakan masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan, tetapi tidak dijelaskan seperti apa bentuk masyarakatnya

Standard Proses Pendidikan

Lingkup Standar Proses


1.Perencanaan Proses Pembelajaran
2.Pelaksanaan Proses Pembelajaran
3.Penilaian Proses Pembelajaran
4.Pengawasan Proses Pembelajaran

Perencanaan Proses Pembelajaran

1.Silabus
2.Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
3.Prinsip Penyusunan RPP

Pelaksanaan Proses Pembelajaran

1.Persyaratan Pelaksanaan Proses Pembelajaran
2.Pelaksanaan Pembelajaran

Penilaian Proses Pembelajaran

Teknik Penilaian

1.Tes tertulis
2.Observasi
3.Tes Kinerja
4.Penugasan
5.Tes Lisan
6.Portofolio
7.Penilaian Diri
8.Penilaian Antar Teman

Aspek yang Diukur Dalam Penilaian

*Kognitif
*Afektif
*Psikomotor

Pengawasan Proses Pembelajaran

*Pemantauan
*Supervisi
*Evaluasi
*Pelaporan
*Tindak Lanjut

Standard Isi dan Standard Kompetensi Kelulusan

Pengertian Standar Isi

Standar isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam kriteria tentang kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian, kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu (Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005). Standar Isi ditetapkan dengan peraturan menteri pendidikan nasional No. 22 Tahun 2006.


Standar Isi Memuat


1. Kerangka Dasar dan Struktur kurikulum

Kerangka dasar kurikulum adalah rambu-rambu yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional pendidikan untuk dijadikan pedoman dalam penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabusnya pada setiap satuan pendidikan.


Kerangka Dasar Kurikulum

Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 6 ayat (1) menyatakan kurikulum terdiri atas:

a. kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia;

b. kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian;

c. kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi;

d. kelompok mata pelajaran estetika;

e. kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan.


Prinsip Pengembangan Kurikulum

1.Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan
2.peserta didik dan lingkungannya
3.Beragam dan terpadu
4.Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan Seni
5.Relevan dengan kebutuhan kehidupan
6.Menyeluruh dan berkesinambungan
7.Belajar sepanjang hayat
8.Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah


Struktur Kurikulum Pendidikan Umum

Struktur kurikulum merupakan pola dan susunan mata pelajaran yang harus ditempuh oleh peserta didik dalam kegiatan pembelajaran.


2. Kalender Pendidikan / Akademik

Kalender pendidikan adalah pengaturan waktu untuk kegiatan pembelajaran peserta didik selama satu tahun ajaran. Kalender pendidikan mencakup permulaan tahun ajaran, minggu efektif belajar, waktu pembelajaran efektif dan hari libur.


3. Beban Belajar

Beban belajar adalah waktu yang dibutuhkan oleh peserta didik untuk mengikuti program pembelajaran melalui sistem tatap muka, penugasan terstruktur, dan kegiatan mandiri tidak terstruktur untuk mencapai Standar Kompetensi Lulusan serta kemampuan lainnya dengan memperhatikan tingkat perkembangan peserta didik dinyatakan dalam satuan jam pembelajaran.


4. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

Kurikulum tingkat satuan pendidikan adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan.

Kurikulum Satuan Pendidikan dikembangkan sesuai dengan:

* Satuan pendidikan
* Potensi daerah/karakteristik daerah
* Sosial budaya masyarakat setempat
* Peserta didik


Standar Kompetensi Lulusan (SKL)


Pengertian Standar Kompetensi lulusan (SKL)


1.

Kompetensi

Kompetensi adalah kemapuan bersikap, berpikir dan bertindak secara konsisten sebagai perwujudan dari pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang dimiliki peserta didik

1.

Standar Kompetensi

Standar kompetensi adalah ukuran kompetensi minimal yang harus dicapai peserta didik setelah mengikuti suatu proses pembelajaran pada satuan pendidikan tertentu.

2.

Standar Kompetensi Lulusan

Standar kompetensi lulusan merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan standar nasional yangtelah disepakati, sebagaimana yang ditetapkan dengan Peraturan menteri Pendidikan Nasional No. 23 Tahun 2006.


Fungsi Standar Kompetensi Lulusan (SKL)


1.

Standar kompetensi lulusan digunakan sebagai pedoman penilaian dalam menentukan kelulusan peserta didik,dari satuan pendidikan.
2.

Standar kompetensi lulusan pada jenjang pendidikan dasar bertujuan untuk meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta ketrampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut
3.

Standar kompetensi lulusan pada satuan pendidikan menengah umum bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta ketrampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut
4.

Standar kompetensi lulusan pada satuan pendidikan menengah kejuruan untuk meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta ketrampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut


Ruang Lingkup Standar Kompetensi Lulusan (SKL)


1.Standar kompetensi lulusan (SKL) satuan pendidikan
2.Standar kompetensi lulusan (SKL) kelompok mata pelajaran
3.Standar kompetensi lulusan (SKL) mata pelajaran


1. Standar Kompetensi Lulusan Satuan Pendidikan (SKL-SP)


Standar Kompetensi Lulusan Satuan Pendidikan (SKL-SP) meliputi:

1.SD/MI/SDLB/Paket A;
2.SMP/MTs./SMPLB/Paket B;
3.SMA/MA/SMALB/Paket C;
4.SMK/MAK.


2. Standar Kompetensi Kelompok Mata Pelajaran (SK-KMP)


Standar Kompetensi Kelompok Mata Pelajaran (SK-KMP) terdiri atas kelompok-kelompok mata pelajaran:

1.Agama dan Akhlak Mulia;
2.Kewarganegaraan dan Kepribadian;
3.Ilmu Pengetahuan dan Teknologi;
4.Estetika;
5.Jasmani, Olah Raga, dan Kesehatan.


3. Standar Kompetensi Lulusan Mata Pelajaran


Standar kompetensi mata pelajaran dikembangkan berdasarkan tujuan dan cakupan muatan setiap mata pelajaran yang didapat pada peserta didik sesuai satuan pendidikan, baik satuan pendidikan dasar maupun menengah.


Implementasi Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan dalam Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

Pelaksanaan Permendiknas No 22 dan No 23 Tahun 2006 diatur pada Permendiknas No 24 Tahun 2006, berikut beberapa hal yang dilakukan oleh Satuan Pendidikan dan Komite Sekolah, antara lain :

Mengembangkan dan Menetapkan KTSP sesuai dgn kebutuhan

Dapat mengembangkan kurikulum dengan standar yang lebih tinggi

Dapat mengadopsi atau mengadaptasi model KTSP BSNP

Sosialisasi Permen No. 22 dan 23 ke guru, kepala sekolah, pengawas, dan tenaga kependidikan lainnya yang relevan melalui LPMPdan/atau PPPG


Sosialisasi Permen No. 22 dan 23 dan panduan penyusunan KTSP yang disusun BSNP ke dinas pendidikan provinsi, kabupaten/kota, dan dewan pendidikan

Membantu pemerintah provinsi dan Kabupaten/kotadalam penjaminan mutu melalui LPMP

Mengembangkan model-model kurikulum sebagai masukan bagi BSNP

Mengembangkan dan mengujicobakan model-model kurikulum inovatif

Mengembangkan dan mengujicobakan model kurikulum untuk pendidikan layanan khusus

Bekerja sama dengan PT dan/atau LPMP melakukan pendampingan satuan pendidikan dalam pengembangan kurikulum satuan pendidikan

Memonitor secara nasional penerapan Permen No. 22 dan 23 , mengevaluasinya, dan menguusulkan rekomendasi kebijakan kepada BSNP dan/atau menteri

Mengembangkan pangkalan data yang rinci tentang pelaksanaan SI dan SKL

Kesimpulan

Sekolah berhak mengembangkan kurikulumnya sendiri yang disebut sebagai kurikulum tingkat satuan pendidikan, dalam mengembangkan kurikulumnya sekolah mengacu pada standar nasional pendidikan, antara lain standar isi dan standar kompetensi lulusan.

Standar Pembiayaan Pendidikan

UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional lebih lanjut telah mengatur beberapa pasal yang menjelaskan pembiayaan pendidikan yaitu pada Pasal 11 Ayat 2 Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia tujuh sampai lima belas tahun. Lebih lanjut pada Pasal 12, Ayat (1) disebutkan bahwa setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan beasiswa bagi yang berprestasi yang orangtuanya tidak mampu membiayai pendidikannya dan mendapatkan biaya pendidikan bagi mereka yang orangtuanya tidak mampu membiayai pendidikannya.

Di samping itu disebutkan pula bahwa setiap peserta didik berkewajiban ikut menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan, kecuali bagi peserta didik yang dibebaskan dari kewajiban tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

UU No. 14/2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 13 menyatakan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menyediakan anggaran untuk peningkatan kualifikasi akademik dan sertifikasi pendidik bagi guru dalam jabatan yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat. Ketentuan lebih lanjut mengenai anggaran untuk peningkatan kualifikasi akademik dan sertifikasi pendidik diatur dengan PP

Menurut Levin (1987) pembiayaan sekolah adalah proses dimana pendapatan dan sumber daya tersedia digunakan untuk memformulasikan dan mengoperasionalkan sekolah di berbagai wilayah geografis dan tingkat pendidikan yang berbeda-beda. Pembiayaan sekolah ini berkaitan dengan bidang politik pendidikan dan program pembiayaan pemerintah serta administrasi sekolah. Beberapa istilah yang sering digunakan dalam pembiayaan sekolah, yakni school revenues, school expenditures, capital dan current cost. Dalam pembiayaan sekolah tidak ada pendekatan tunggal dan yang paling baik untuk pembiayaan semua sekolah karena kondisi tiap sekolah berbeda.

Menurut J. Wiseman (1987) terdapat tiga aspek yang perlu dikaji dalam melihat apakah pemerintahan perlu terlibat dalam masalah pembiayaan pendidikan:

* Kebutuhan dan ketersediaan pendidikan terkait dengan sektor pendidikan dapat dianggap sebagai salah satu alat perdagangan dan kebutuhan akan investasi dalam sumberdaya manusia/human capital
* Pembiayaan pendidikan terkait dengan hak orang tua dan murid untuk memilih menyekolahkan anaknya ke pendidikan yang akan berdampak pada social benefit secara keseluruhan
* Pengaruh faktor politik dan ekonomi terhadap sektor pendidikan


Oleh karena itu, pemerintah berkontribusi paling besar terhadap pembiayaan pendidikan seperti tertera dalam sumber-sumber pembiayaan sebagai berikut :

1. Dari Pemerintah kurang lebih 70%
2. Dari orang tua murid kurang lebih 10-24% berupa uang SPP dan uang bantuan yang dikumpulkan melalui BP3.
3. Dari masyarakat kurang lebih 5% berupa dana yang diberikan oleh masyarakat secara tidak langsung tetapi melalui yayasan atau lembaga swasta.
4. Dari sumber lain, misalnya dari pihak luar berupa bantuan untuk siswa berprestasi.


Pembiayaan pendidikan terdiri atas biaya investasi, biaya operasi, dan biaya personal.

Biaya investasi satuan pendidikan sebagaimana dimaksud di atas meliputi biaya penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan sumberdaya manusia, dan modal kerja tetap.

Biaya personal sebagaimana dimaksud pada di atas meliputi biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa mengikuti proses pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan.

Biaya operasi satuan pendidikan sebagaimana dimaksud di atas meliputi:

* Gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta segala tunjangan yang melekat pada gaji,
* Bahan atau peralatan pendidikan habis pakai, dan
* Biaya operasi pendidikan tak langsung berupa daya, air, jasa telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak, asuransi, dan lain sebagainya

Standard Pengelolaan Pendidikan

Standar Pengelolaan terdiri dari 3 (tiga) bagian, yakni standar pengelolaan oleh satuan pendidikan, standar pengelolaan oleh Pemerintah Daerah dan standar pengelolaan oleh Pemerintah.

Berikut ini, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia yang berkaitan dengan Standar Pengelolaan.

* Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 19 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan oleh Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.

Standar pengelolaan pendidikan telah ditetapkan dalam UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 dan PP Nomor 19 Tahun 2005, dan lebih dijabarkan dalam Permendiknas Nomor 19 Tahun 2007 bahwa “setiap satuan pendidikan wajib memenuhi standar pengelolaan pendidikan yang berlaku secara nasional”, beberapa aspek standar pengelolaan sekolah yang harus dipenuhi adalah meliputi :

1. perencanaan program,
2. pelaksanaan rencana kerja,
3. pengawasan dan evaluasi,
4. kepemimpinan sekolah/madrasah, dan
5. sistem informasi manajemen.


Standar perencanaan program sekolah meliputi: rumusan visi sekolah, misi sekolah, tujuan sekolah, rencana kerja sekolah.

Standar pelaksanaan rencana kerja sekolah, maka harus terpenuhi dan terealisasi beberapa aspek dalam penyelenggaraan pendidikan yaitu: kepemilikan pedoman-pedoman sekolah yang mengatur berbagai aspek pengelolaan secara tertulis, struktur organisaisi sekolah, pelaksanaan kegiatan, bidang kesiswaan, bidang kurikulum dan kegiatan pembelajaran, bidang pendidik dan tenaga kependidikan, bidang sarana dan prasarana, bidang keuangan dan pembiayaan, budaya dan yang berlaku secara nasional,lingkungan sekolah, dan peran serta masyarakat dan kemitraan.

Standar pengawasan dan evaluasi yang harus juga dipenuhi dan dilaksanakan sekolah adalah: aspek-aspek program pengawasan, evaluasi diri, evaluasi dan pengembangan, evaluasi pendayagunaan pendidik dan tenaga kependidikan, dan akreditasi sekolah.

Kepemimpinan sekolah /madrasah yang diharapkan dapat dipenuhi oleh sekolah antara lain: adanya kepala sekolah yang memenuhi persyaratan, minimal satu wakil kepala sekolah yang dipilih secara demokratis, kepala sekolah memiliki kemampuan memimpin (pengetahuan, keterampilan, dan perilaku) sekolah, dan terdapat pendelegasian sebagian tugas dan kewenangan kepada wakilnya. Sedangkan sistem informasi manajemen (SIM) merupakan suaru sistem yang mengaplikasikan berbagai bidang pendidikan berbasiskan komputer/internet. Hal ini diharapkan dapat dipenuhi oleh sekolah untuk mengelola dan hiendukung berbagai administrasi sekolah, memberikan fasilitas yang efisien, dan sebagai bentuk layanan informasi dan komunikasi kepada para pemangku kepentingan.

Sistem informasi manajemen di sekolah diharapkan dapat mendukung administrasi pendidikan yang efektif, efisien dan akuntabel. Pihak sekolah menyediakan satu orang tenaga kependidikan untuk melayani permintaan informasi maupun pemberian informasi atau pengaduan dari masyarakat berkaitan dengan pengelolaan sekolah/madrasah baik secara lisan maupun tertulis. Semua informasi tersebut direkam, didokumentasikan dan dilaporkan kepada Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota.

Standard Penilaian Pendidikan

Penilaian hasil belajar oleh pendidik dilakukan secara berkesinambungan untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil dalam bentuk ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, dan ulangan kenaikan kelas.
Penilaian digunakan untuk: menilai pencapaian kompetensi peserta didik; bahan penyusunan laporan kemajuan hasil belajar; dan memperbaiki proses pembelajaran.
Penilaian hasil belajar kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia serta kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian dilakukan melalui:
pengamatan terhadap perubahan perilaku dan sikap untuk menilai perkembangan afeksi dan kepribadian peserta didik; serta
ujian, ulangan, dan/atau penugasan untuk mengukur aspek kognitif peserta didik.
Penilaian hasil belajar kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi diukur melalui ulangan, penugasan, dan/atau bentuk lain yang sesuai dengan karakteristik materi yang dinilai
Penilaian hasil belajar kelompok mata pelajaran estetika dilakukan melalui pengamatan terhadap perubahan perilaku dan sikap untuk menilai perkembangan afeksi dan ekspresi psikomotorik peserta didik.
Penilaian hasil belajar kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan dilakukan melalui:
pengamatan terhadap perubahan perilaku dan sikap untuk menilai perkembangan psikomotorik dan afeksi peserta didik; dan
ulangan, dan/atau penugasan untuk mengukur aspek kognitif peserta didik.
Jenis-jenis penilaian yang dipergunakan :
Kuis : Waktu penilaian singkat kurang lebih 15 menit dan hanya menanyakan hal-hal yang prinsip saja dan bentuknya berupa isian singkat. Biasanya dilakukan sebelum pelajaran dimulai untuk mengetahui penguasaan pelajaran yang lalu secara singkat. Bila ada yang belum menguasai dijelaskan secara singkat.
Pertanyaan Lisan di kelas : Materi yang ditanyakan berupa pemahaman terhadap konsep, prinsip, atau teorema. Pertanyaan lisan ini biasanya dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung.
Ulangan Harian : dilakukan secara periodik (tes formatif). Bentuk soal yang digunakan, bentuk uraian obyektif atau nonobyektif.
Tugas Individu : dapat diberikan setiap minggu dan bentuk soal yang diberikan uraian obyektif atau non-obyektif
Tugas Kelompok : dapat diberikan setiap minggu untuk menilai kemampuan kerja kelompok. Bila mungkin siswa diminta untuk menggunakan data sungguhan atau melakukan pengamatan terhadap suatu gejala, atau merencanakan suatu proyek.
Ulangan Blok : materi diambil dari kumpulan kompetensi dasar misalnya dalam setengah semester (Tes midsemester) atau dalam satu semester (Tes Sumatif). Hasil ulangan blok harus dievaluasi untuk menentukan siswa remidi atau pengayaan.
Ulangan Semester (kenaikkan kls): Materi diambil dlm 1 sem. (tes sumatif).
Jenis-jenis penilaian yang dipergunakan :
Kuis : Waktu penilaian singkat kurang lebih 15 menit dan hanya menanyakan hal-hal yang prinsip saja dan bentuknya berupa isian singkat. Biasanya dilakukan sebelum pelajaran dimulai untuk mengetahui penguasaan pelajaran yang lalu secara singkat. Bila ada yang belum menguasai dijelaskan secara singkat.
Pertanyaan Lisan di kelas : Materi yang ditanyakan berupa pemahaman terhadap konsep, prinsip, atau teorema. Pertanyaan lisan ini biasanya dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung.
Ulangan Harian : dilakukan secara periodik (tes formatif). Bentuk soal yang digunakan, bentuk uraian obyektif atau nonobyektif.
Tugas Individu : dapat diberikan setiap minggu dan bentuk soal yang diberikan uraian obyektif atau non-obyektif
Tugas Kelompok : dapat diberikan setiap minggu untuk menilai kemampuan kerja kelompok. Bila mungkin siswa diminta untuk menggunakan data sungguhan atau melakukan pengamatan terhadap suatu gejala, atau merencanakan suatu proyek.
Ulangan Blok : materi diambil dari kumpulan kompetensi dasar misalnya dalam setengah semester (Tes midsemester) atau dalam satu semester (Tes Sumatif). Hasil ulangan blok harus dievaluasi untuk menentukan siswa remidi atau pengayaan.
Ulangan Semester (kenaikkan kls): Materi diambil dlm 1 sem. (tes sumatif).
Jenis-jenis penilaian yang dipergunakan :
Kuis : Waktu penilaian singkat kurang lebih 15 menit dan hanya menanyakan hal-hal yang prinsip saja dan bentuknya berupa isian singkat. Biasanya dilakukan sebelum pelajaran dimulai untuk mengetahui penguasaan pelajaran yang lalu secara singkat. Bila ada yang belum menguasai dijelaskan secara singkat.
Pertanyaan Lisan di kelas : Materi yang ditanyakan berupa pemahaman terhadap konsep, prinsip, atau teorema. Pertanyaan lisan ini biasanya dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung.
Ulangan Harian : dilakukan secara periodik (tes formatif). Bentuk soal yang digunakan, bentuk uraian obyektif atau nonobyektif.
Tugas Individu : dapat diberikan setiap minggu dan bentuk soal yang diberikan uraian obyektif atau non-obyektif
Tugas Kelompok : dapat diberikan setiap minggu untuk menilai kemampuan kerja kelompok. Bila mungkin siswa diminta untuk menggunakan data sungguhan atau melakukan pengamatan terhadap suatu gejala, atau merencanakan suatu proyek.
Ulangan Blok : materi diambil dari kumpulan kompetensi dasar misalnya dalam setengah semester (Tes midsemester) atau dalam satu semester (Tes Sumatif). Hasil ulangan blok harus dievaluasi untuk menentukan siswa remidi atau pengayaan.
Ulangan Semester (kenaikkan kls): Materi diambil dlm 1 sem. (tes sumatif).

Sumber: http://www.smpypk-bontang.sch.id/index.php?option=com_content&view=article&catid=36%3Aakademik&id=57%3Ajenis-penilaian&Itemid=73

Standard Sarana dan Prasarana Pendidikan

PENGERTIAN
1. Sarana adalah perlengkapan pembelajaran yang dapat dipindah-pindah.
2. Prasarana adalah fasilitas dasar untuk menjalankan fungsi sekolah/madrasah.
3. Perabot adalah sarana pengisi ruang.
4. Peralatan pendidikan adalah sarana yang secara langsung digunakan untuk pembelajaran.
5. Media pendidikan adalah peralatan pendidikan yang digunakan untuk membantu komunikasi dalam pembelajaran.
6. Buku adalah karya tulis yang diterbitkan sebagai sumber belajar.
7. Buku teks pelajaran adalah buku pelajaran yang menjadi pegangan peserta didik dan guru untuk setiap mata pelajaran.
8. Buku pengayaan adalah buku untuk memperkaya pengetahuan peserta didik dan guru.
9. Buku referensi adalah buku rujukan untuk mencari informasi atau data tertentu.
10. Sumber belajar lainnya adalah sumber informasi dalam bentuk selain buku meliputi jurnal, majalah, surat kabar, poster, situs (website), dan compact disk.
11. Bahan habis pakai adalah barang yang digunakan dan habis dalam waktu relatif singkat.
12. Perlengkapan lain adalah alat mesin kantor dan peralatan tambahan yang digunakan untuk mendukung fungsi sekolah/madrasah.
13. Teknologi informasi dan komunikasi adalah satuan perangkat keras dan lunak yang berkaitan dengan akses dan pengelolaan informasi dan komunikasi.
14. Lahan adalah bidang permukaan tanah yang di atasnya terdapat prasarana sekolah/madrasah meliputi bangunan, lahan praktik, lahan untuk prasarana penunjang, dan lahan pertamanan.
15. Bangunan adalah gedung yang digunakan untuk menjalankan fungsi sekolah/madrasah.
16. Ruang kelas adalah ruang untuk pembelajaran teori dan praktik yang tidak memerlukan peralatan khusus.
17. Ruang perpustakaan adalah ruang untuk menyimpan dan memperoleh informasi dari berbagai jenis bahan pustaka.
18. Ruang laboratorium adalah ruang untuk pembelajaran secara praktik yang memerlukan peralatan khusus.
19. Ruang pimpinan adalah ruang untuk pimpinan melakukan kegiatan pengelolaan sekolah/madrasah.
20. Ruang guru adalah ruang untuk guru bekerja di luar kelas, beristirahat, dan menerima tamu. 21. Ruang tata usaha adalah ruang untuk pengelolaan administrasi sekolah/madrasah.
22. Ruang konseling adalah ruang untuk peserta didik mendapatkan layanan konseling dari konselor berkaitan dengan pengembangan pribadi, sosial, belajar, dan karir.
23. Ruang UKS adalah ruang untuk menangani peserta didik yang mengalami gangguan kesehatan dini dan ringan di sekolah/madrasah.
24. Tempat beribadah adalah tempat warga sekolah/madrasah melakukan ibadah yang diwajibkan oleh agama masing-masing pada waktu sekolah.
25. Ruang organisasi kesiswaan adalah ruang untuk melakukan kegiatan kesekretariatan pengelolaan organisasi peserta didik.
26. Jamban adalah ruang untuk buang air besar dan/atau kecil.
27. Gudang adalah ruang untuk menyimpan peralatan pembelajaran di luar kelas, peralatan sekolah/madrasah yang tidak/belum berfungsi, dan arsip sekolah/madrasah.
28. Ruang sirkulasi adalah ruang penghubung antar bagian bangunan sekolah/madrasah.
29. Tempat berolahraga adalah ruang terbuka atau tertutup yang dilengkapi dengan sarana untuk melakukan pendidikan jasmani dan olah raga.
30. Tempat bermain adalah ruang terbuka atau tertutup untuk peserta didik dapat melakukan kegiatan bebas.
31. Rombongan belajar adalah kelompok peserta didik yang terdaftar pada satu satuan kelas.
PRASANA SEKOLAH
Sebuah SD/MI sekurang-kurangnya memiliki prasarana sebagai berikut:
1. ruang kelas,
2. ruang perpustakaan,
3. laboratorium IPA,
4. ruang pimpinan,
5. ruang guru,
6. tempat beribadah,
7. ruang UKS,8. jamban,
9. gudang,
10. ruang sirkulasi,
11. tempat bermain/berolahraga.
Sebuah SMP/MTs sekurang-kurangnya memiliki prasarana sebagai berikut:
1. ruang kelas,
2. ruang perpustakaan,
3. ruang laboratorium IPA,
4. ruang pimpinan,
5. ruang guru,
6. ruang tata usaha,
7. tempat beribadah,
8. ruang konseling,
9. ruang UKS,
10. ruang organisasi kesiswaan,
11. jamban,
12. gudang,
13. ruang sirkulasi,
14. tempat bermain/berolahraga.
Sebuah SMA/MA sekurang-kurangnya memiliki prasarana sebagai berikut:
1. ruang kelas,
2. ruang perpustakaan,
3. ruang laboratorium biologi,
4. ruang laboratorium fisika,
5. ruang laboratorium kimia,
6. ruang laboratorium komputer,
7. ruang laboratorium bahasa,
8. ruang pimpinan,
9. ruang guru,
10. ruang tata usaha,
11. tempat beribadah,
12. ruang konseling,
13. ruang UKS,
14. ruang organisasi kesiswaan,
15. jamban,
16. gudang,
17. ruang sirkulasi,
18. tempat bermain/berolahraga

Labels: Profesi Pendidikan
Sumber:
http://inducation.blogspot.com/2008/10/standar-sarana-dan-prasarana-sekolah.html

Akreditasi Sekolah

Akreditasi sekolah adalah kegiatan penilaian (asesmen) sekolah secara sistematis dan komprehensif melalui kegiatan evaluasi diri dan evaluasi eksternal (visitasi) untuk menentukan kelayakan dan kinerja sekolah. Akreditasi terhadap program dan satuan pendidikan dilakukan oleh Pemerintah dan/atau lembaga mandiri yang berwenang sebagai bentuk akuntabilitas publik.

Sekolah terakreditasi diperingkat menjadi tiga klasifikasi, yaitu:

A → Amat Baik
B → Baik
C → Cukup Baik

Dasar hukum akreditasi sekolah adalah : Undang Undang No. 20 Tahun 2003 Pasal 60, Peraturana Pemerintah No. 19 Tahun 2005 Pasal 86 & 87 dan Surat Keputusan Mendiknas No. 87/U/2002. Akreditasi sekolah bertujuan untuk menentukan tingkat kelayakan suatu sekolah dalam menyelenggarakan layanan pendidikan dan memperoleh gambaran tentang kinerja sekolah. Fungsi akreditasi sekolah adalah :
(a) untuk pengetahuan, yakni dalam rangka mengetahui bagaimana kelayakan & kinerja sekolah dilihat dari berbagai unsur yang terkait, mengacu kepada baku kualitas yang dikembangkan berdasarkan indikator-indikator amalan baik sekolah.
(b) untuk akuntabilitas, yakni agar sekolah dapat mempertanggungjawabkan apakah layanan yang diberikan memenuhi harapan atau keinginan masyarakat.
(c) untuk kepentingan pengembangan, yakni agar sekolah dapat melakukan peningkatan kualitas atau pengembangan berdasarkan masukan dari hasil akreditasi.

Prinsip–prinsip akreditasi yaitu : (a) objektif, informasi objektif tentangg kelayakan dan kinerja sekolah, (b) efektif, hasil akreditasi memberikan informasi yang dapat dijadikan dasar dalam pengambilan keputusan, (c) komprehensif, meliputi berbagai aspek dan menyeluruh, (d) memandirikan, sekolah dapat berupaya meningkatkan mutu dengan bercermin pada evaluasi diri, dan (d) keharusan (mandatori), akreditasi dilakukan untuk setiap sekolah sesuai dengan kesiapan sekolah.

Akreditasi sekolah mencakup penilaian terhadap sembilan komponen sekolah, yaitui (a) kurikulum dan proses belajar mengajar; (b) administrasi dan manajemen sekolah; (c) organisasi dan kelembagaan sekolah; (d) sarana prasarana (e) ketenagaan; (f) pembiayaan; (g) peserta didik; (h) peranserta masyarakat; dan (1) lingkungan dan kultur sekolah. Masing-masing kompoenen dijabarkan ke dalam beberapa aspek. Dari masing-aspek dijabarkan lagi kedalam indikator. Berdasarkan indikator dibuat item-item yang tersusun dalam Instrumen Evaluasi Diri dan Instrumen Visitasi.
Akreditasi dilaksanakan melalui prosedur sebagai berikut : (a) pengajuan permohonan akreditasi dari sekolah; (b) evaluasi diri oleh sekolah; (c) pengolahan hasil evaluasi diri ; (d) visitasi oleh asesor; (e) penetapan hasil akreditasi; (f) penerbitan sertifikat dan laporan akreditasi.

Hasil akreditasi berupa : (a) Sertifikat Akreditasi Sekolah, dan (b) Profil Sekolah, kekuatan dan kelemahan, dan rekomendasi. Sertifikat Akreditasi Sekolah adalah surat yang menyatakan pengakuan dan penghargaan terhadap sekolah atas status dan kelayakan sekolah melalui proses pengukuran dan penilaian kinerja sekolah terhadap komponen-komponen sekolah berdasarkan standar yang ditetapkan BAN-SM untuk jenjang pendidikan tertentu. Masa berlaku akreditasi selama 4 tahun. Permohonan Akreditasi Ulang 6 bulan sebelum masa berlaku habis. Akreditasi Ulang untuk perbaikan diajukan sekurang-kurangnya 2 tahun sejak ditetapkan.

Dalam pelaksanaan akreditasi ada yang dinamakan Visitasi yaitu kunjungan tim asesor ke sekolah dalam rangka pengamatan lapangan, wawancara dengan warga sekolah, verifikasi data pendukung, serta pendalaman hal-hal khusus yang berkaitan dengan komponen dan aspek akreditasi.
Visitasi bertujuan : (a) meningkatkan keabsahan dan kesesuaian data/informasi; (b) bemperoleh data/informasi yang akurat dan valid untuk menetapkan peringkat akreditasi; (c) memperoleh informasi tambahan (pengamatan, wawancara, dan pencermatan data pendukung); dan (d) mendukung pengambilan keputusan yang tepat dan tidak merugikan pihak manapun, dengan berpegang pada prinsip-prinsip: obyektif, efektif, efisien, dan mandiri.

Sumber :
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/02/03/akreditasi-sekolah/

SUPERVISI PENDIDIKAN

A. PENGERTIAN SUPERVISI
■ Arti morfologis
Supervision (inggris) :
Super : atas, vision : visi
Jadi supervise artinya : lihat dari atas
■ Arti semantik
Supervisi pendidikan adalah pembinaan yang berupa bimbingan atau tuntunan ke arah perbaikan situasi pendidikan pada umumnya dan peningkatan mutu mengajar dan belajar dan belajar pada khususnya.
Menurut keputusan mentri pendidikan dan kebudayaan nomor 0134/0/1977, temasuk kategori supervisor dalam pendidikan adalah kepala sekolah, penelik sekolah, dan para pengawas ditingkatkan kabupaten/kotamadya, serta staf di kantor bidang yang ada di tiap provinsi.
Salah satu tugas pengawas dengan perincian sebagai berikut :
“mangendalikan pelaksanaan kurikulum meliputi isi, metode penyajian, penggunaan alat perlengkapan dan penilaian agar sesuai dengan ketentuan dan peraturan perudangan yang berlaku”.
Pada rambu-rambu penilaian kinerja kepala sekolah (SD), dirjen dikdasmen tahun 2000 sebagai berikut :
1. kemampuan menyusun program supervisi pendidikan
2. kemampuan malaksanakan program supervisi pendidikan
3. kemampuan memanfaatkan hasil supervise
pada dasarnya tugas pokok kepala sekolah adalah menilai dan membina penyelenggaraan pembelajaran di sekolah. Dengan kata lain salah satu tugas kepala sekolah sebagai pembinaan yang dilakuakan memberikan arahan, contoh dalam proses pembelajaran di sekolah. Berarti bahwa kepala sekolah merupakan supervisor yang bertugas melaksanakan supervisi pembelajaran.
Willes (1975), mengatakan di atas bertujuan untuk memelihara atau mengadakan perubahan oprasional sekolah, dengan cara mampengaruhi tenaga pengajar secara langsung demi mempertinggi kegiatan belajar siswa. Supervise hanya berhubungan langsung dengan guru, tetapi berkaitan siswa dalam proses belajar
Ross L (1980), mendefinisikan bahwa supervisi adalah pelayanan kapada guru-guru yang bertujuan menghasilkan perbaikan pengajaran, pembelajaran dan kurikulum.
Purwanto (1987), supervise ialah suatu aktivitas pembinaan yang direncanakan untuk membantu para guru dan pegawai sekolah dalam melakukan pekerjaan secara efektif.
Sesuai dengan rumusan diatas maka kegiatan yang dapat disimpulkan dalam supervisi pembelajaran sebagai berikut :
1. membangkitkan dan merangsang semangat guru-guru menjalankan tugasnya terutama dalam pembelajaran.
2. mengembangkan kegiatan belajar mengajar.
3. upaya pembinaan dalam pembelajaran

INSPEKSI DAN SUPERVISI
Inspeksi : inspectie (belanda) yang artinya memeriksa
Orang yang menginsipeksi disebut inspektur
Inspektur dalam hal ini mengadakan :
→ Controlling : memeriksa apakah semuanya dijalankan sebagaimana mestinya
→ Correcting : memeriksa apakah semuanya sesuai dengan apa yang telah ditetapkan/digariskan
→ Judging : mengandili dalam arti memberikan penilaian atau keputusan sepihak
→ Directing : pengarahan, menentukan ketetapan/garis
→ Demonstration : memperlihatkan bagaimana mengajar yang baik
Orang yang melakukan supervise disebut supervisor. Dibidang pendidikan disebut supervisor pendidikan.
Supervisi bercirikan :
Research :meneliti situasi sebenarnya disekolah
Evalution : penilaian
Improvement :mengadakan perbaikan
Assiatance :memberikan bantuan dan bimbingan
Cooperation :kerjasama antara supervisor dan supervised ke arah perbaikan situasi
Kepengawasan pendidikan di Indonesia dewasa ini mengalami masa transisi dari inspeksi kea rah supervise yang dicita-citakan. Yang disebut supervisor pendidikan bukan hanya para pejabat/petugas dari kantor pembinaan, kepala sekolah, guru-guru dan bahkan murid pun dapat disebut sebagai supervisor, bila misalnya diserahi tugas untuk mengetuai kelas atau kelompoknya.

B. PRINSIP-PRINSIP SUPERVISI PENDIDIKAN
1. Prinsip-prinsip fundamental
Pancasila merupakan dasar atau prinsip fundamental bagi setiap supervisor pendidikan Indonesia. Bahwa seorang supervisor haruslah seorang pancasilais sejati.
2. Prinsip-prinsip praktis
a. Negatif
Tidak otoriter
Tidak berasas kekuasaan
Tidak lepas dari tujuan pendidikan
Bukan mencari kesalahan
Tidak boleh terlalu cepat mengharapkan hasil
b. Positif
Konstruktif dan kreatif
Sumber secara kolektif bukan supervisor sendiri
Propessional
Sanggup mengembangkan potensi guru dkk
Memperhatikan kesejahteraanguru dkk
Progresif
Memperhitungkan kesanggupan supervised
Sederhana dan informal
Obyektif dan sanggup mengevaluasi diri sendiri

C. TUJUAN SUPERVISI PENDIDIKAN
1. Tujuan umum
Membina orang-orang yang disupervisi menjadi manusia dewasa yang sanggup berdiri sendiri.
Membina orang-orang yang disupervisi menjadi manusia pembangunan dewasa yang berpancasila.
Perbaikan situasi pendidikan dan pengajaran pada umumnya dan peningkatan mutu mengajar dan belajar pada khususnya.
2. Tujuan khusus
Membantu guru-guru lebih memahami tujuan pendidikan yang sebenarnya
Membantu guru-guru untuk dapat lebih memahami dan menolong murid
Memperbesar kesnggupan guru mendidik murid untuk terjun ke msyarakat
Memperbesar kesadaran guru terhadap kerja yang demokratis dan kooperatif
Membesar ambisi guru untuk berkembang
Membantu guru-guru untuk memanfaatkan pengalaman yang dimiliki
Memperkenalkan karyawan baru kepada sekolah
Melindungi guru daru tuntutan tak wajar dari masyarakat
Mngembangkan professional guru

D. FUNGSI SUPERVISI PENDIDIKAN
1. Penelitian (research) → untuk memperoleh gambaran yang jelas dan objektif tentang suatu situasi pendidikan
Perumusan topik
Pengumpulan data
Pengolahan data
Konlusi hasil penelitian
2. Penilaian (evaluation) → lebih menekankan pada aspek daripada negative
3. Perbaikan (improvement) → dapat mengatahui bagaimana situasi pendidikan/pengajaran pada umumnya dan situasi belajar mengajarnya.
4. Pembinaan → berupa bimbingan (guidance) kea rah pembinaan diri yang disupervisi

E. TEKHNIK SUPEERVISI PENDIDIKAN
1. Tekhnik kelompok : cara pelaksanaan supervise terhadap sekelompok orang yang disupervisi
2. Tekhnik perorangan : dilakukan terhadap individu yang memiliki masalah khusus.

F. METODE SUPERVISI
1. Metode langsung : alat yang digunakan mengenai sasaran supervise
2. Metode tak langsung : mempergunakan berbagai alat perantara (media)

G. TEKHNIK DAN METODE YANG LAIN
1. Kunjungan sekolah (school visit)
Akan memberikan pengatahuan yang lengkap tentang situasi sekolah sehingga program akan lebih efektif.
2. Kunjungan kelas (class visit)
Merupakan suatu metode supervise yang “to the point” kena sasaran
3. Pertemuan individual
Setelah suatu kunjungan berakhir, hendaklah diadakan pembicaraan langsung dan pribadi tentang hasil kunjungan dengan orang yang dikunjungi.
4. Rapat sekolah
Untuk membicarakan kepentingan murid dan sekolah dan hal-hal yang berhubungan dengan sekolah
5. Pendidikan ini service
Untuk kepentingan mutu mrngajar dan belajar, maka guru perlu mengembangkan pengetahuan sesuai dengan profesinya dengan berbagai cara. Misalnya : study individual, study grops, menghadiri ceramah, mengadakan intervisitasi dsb.
6. Workshop (musyawarah kerja_muker)
Untuk mengembangkan professional karyawan (in-service)
7. Intervisitas
Saling kunjung-memgunjungi sesama guru untuk mengobservasi situasi belajar masing-masing
8. Demonstrasi mengajar
Metode ini dapat dilakukan oleh supervisor sendiri atau oleh guru yang ahli untuk memperkenalkan metode mengajar yang efektif.
9. Bulletin supervisi
Bulletin berkala dapat dimanfaatkan untuk perbaikan program pendidikan dan penngajaran, bisa mingguan atau bulanan.
10. Bulletin bord
- pengumuman administrative
- pengunguman supervise
- pengunguman untuk murid
- dsb
11. Kunjungan rumah
Tujuannya untuk mempelajari bagaimana situasi hidup orang yang disupervisi di rumah terutama meneliti masalah-masalah yang secara langsung atau tak langsung mempengaruhi tugas/kewajiban orang yang disupervisi itu.

H. PROGRAM SUPERVISI PEDIDIKAN
Suatu program supervisi pendidikan adalah rangka program perbsikan pendidikan dan pengajaran.
1. perancanaan
Perancaan adalah pemikiran dan perumusan tentang apa, bagaimana, mengapa, siapa, kapan dan dimana.
a. prinsip-prinsip : kooperatif, kreatif, komprehensif, flexible, kontinu
b. Syarat-syarat :
tilikan jelas tentang tujuan pendidikan
pengetahuan tentang mengajar yang baik
pengetahuan tentang pengalaman belajar murid
pengetahuan tentang guru-guru
pengetahuan tentang murid-murid
pengaetahuan tentang masyarakat
pengetahuan tentang sumber-sumber fisik
factor biaya
factor waktu
c. proses : merumuskan what, why, how, who, when, where
2. organisasi program
a. pola-pola :
→ horizontal
→ vertical
b. langkah-langkah mengorganisir program :
persiapakan suasana
pertimbangan situasi
penyusunan program
pembagian tanggung jawab
perwujudan program
pembinaan perkembangan program
integrasikan program dengan masyarakat
persiapan program evaluasi
3. evaluasi
Evaluasi dalam hubungannya dengan pendidikan adalah menentukan sampai dimana tujuan-tujuan pendidikan yang ditetapkan telah tercapai.
a. prinsip-prinsip
rencana harus komprehensif
penyusunan harus kooperatif
program harus kontinu dan berinteraksi dengan kurikulum
lebih menggunakan data yang objektif daripada yang subyektif
menghargai para participant
b. proses
merumuskan tujuan evaluasi
menyeleksi alat-alat evaluasi
menyusun alat-alat evaluasi
menerapkan alat-alat evaluasi
mengelola hasil
menyimpulkan
c. aspek-aspek yang dievaluasi :
peronil → murid, guru, karyawan, wali murid, kepsek, supervise
materiil → kurikulum, perlengkapan sekolah, administrasi, perlengkapan murid
operational → proses kepemimpinan, proses mengajar, usaha kesejahtraan personil, usaha integrasi sekolah dan masyarakat
4. alat-alat :
a. Objektif :
ujian karangan (essay examination)
ujian objektif
b. lebih ke subjektif
observasi
wawancara
angket
checklist dan rating-scale
laporan pribadi dan tekhnik projektif
catatan-catatan anekdot
catatan-catatan komulatif
case study
sosiometri
laporan stenografis
buku-buku catatan
kotak saran
rapat-rapat supervise


I. JENIS-JENIS SUPERVISI
Beberapa jenis supervisi antara lain :
1. observasi kelas
2. saling kunjung
3. demontrasi mengajar
4. supervisi klinnis
5. kaji tindak (action research)

J. PELAKSANAAN SUPERVISI PEMBELAJARAN
 . Observasi kelas
observasi kelas merupakan salah satu cara paling baik memberikan supervisi pembelajaran Karen dapat melihat kegiatan guru, murid dan masalah yang timbul.
1. perancanaan
Kepala sekolah merencanakan dalam menyusun program dalam satu semester atau tahunan. Program tidak terlalu kaku, tergantung dari jumlah guru yang perlu di observasi. Ada tiga macam observasi yaitu dengan pemberitahuan, tanpa pemberitahuan, dan atas undangan.
2. mekanisme observasi
a. persiapan yang diperhatikan :
- guru diberi tahu kepala sekolah bahwa kepala sekolah akan mengadakan observasi
- kesepakatan kepala sekolah dan guru tolak ukur tentang apa yang dioservasi
b. sikap observasi didalam kelas
- memberikan salam kepada guru yang mengajar
- mencari tempat duduk yang tidak mencolok
- tidak boleh menegur kesalahan guru di dalam kelas
- mencatat setiap kegiatan
- bila ada memakai alat elektronika : tape recorder, kemera
- mempersiapkan isian berupa check list
c. membicarakan hasil observasi
hasil yang dicatat dibicarakan dengan guru, dan beberapa hal yang diperlu dikemukankan :
- kepala sekolah mempersiapkan (bisa bertanya pada nara sumber atau perpustakaan)
- waktu percakapan
- tempat percakapan
- sikap ramah simpatik tidak memborong percakapan
- percakapan hendaknya tidak keluar dari data observasi
- guru diberi kesempatan dialog dan mengeluarkan pendapat
- kelamahan guru hendaknya menjadi motivasi guru dalam memperbaiki kelemahan
- saran untuk perbaikan diberikan yang mudah dan praktis
- kesepakatan perbaikan disepakati bersama dengan menyenangkan.
d. laporan percakapan
- hasil pembicaraan didokumenkan menurut masing-masing guru yang telah diobservasi
- isi dokumen dimulai dari tanggal, tujuan data yang diperoleh, catatan diskusi, pemecahan masalah dan saran-saran
 Saling mengunjungi
Dalam kegiatan belajar mengajar sudah ada wadah dari kegiatan untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan kemampuan pembelajaran guru-guru antara lain :
1. untuk tingkat SMP dan SMA adalah musyawarah guru mata pelajaran (MGMP)
2. untuk tingkat Sekolah Dasar adalah Pusat kegiatan guru (PKG)
 Domonstrasi mengajar
Dalam kegiatan pembelajaran sangat sukar menentukan mana yang benar dalam praktek mengajar karena mengajar menurut Siswoyo (1997) sebagai seni dan filusuf. Menurut pendapat diatas mengajar dalam pekerjaan disekolah bukan pekerjaan yang mudah, sehingga kepala sekolah dalam demonstrasi pembelajaran tidak perlu mengakui kelemahan dan perlu mencarikan ahli yang dapat memberikan gambaran tentang pembelajaran yang baik

 Supervisi klinis
Supervisi klinis termasuk bagian dari supervisi pengajaran. Perbedaannya dengan supervisi yang lain adalah prosedur pelaksanaannya ditekankan kepada mencari sebab-sebab atau kelemahan yang terjadi dalam proses pembelajaran dan kemudian langsung diusahkan perbaikan kekurangan dan kelemahan tersebut.
Pelaksanaan supervisi klinis menurut la sulo (1987), mengemukakan ciri-ciri supervisi sebagai berikut :
1. bimbingan supervisor kepada guru bersifat bantuan, bukan perintah atau instruksi.
2. ksepakatan antara guru dan supervisor tentang apa yang dikaji dan jenis keterampilan yang paling pointing (diskusi guru dengan supervisor)
3. instrument dikembangkan dan disepakati bersama antara guru dengan supervisor
4. guru melakukan persiapan dengan aspek kelemahan-kelemahan yang akan diperbaiki. Bila perlu berlatih diluar sekolah
5. pelaksanaannya seperti dalam teknik observasi kelas
6. balikan diberikan dengan segera dan bersifat obyektif
7. guru hendaknya dapat menganalisa penampilannya
8. supervisor lebih banyak bertanya dan mendengarkan daripada memerintah atau mengarahkan
9. supervisor dan guru dalam keadaam suasanan intim dan terbuka
10. supervisor dapat digunakan untuk membentuk atau peningkatan dan perbaikan keterampilan pembelajaran

 Kaji tindak
Fokos utama kajia tindak adalah mendorong para prektisi untuk meneliti dan terlibat dalam praktik penelitiannya sendiri. Hasil penelitiannya dipakai sendiri oleh peneliti dan orang lain yang membutuhkan
Menurut kemmi (1995), kaji tindak dirumuskan dalam empat tahap yaitu : tahap perencanaan, tahap aksi atau pelaksanaan tindakan, tahap pengamatan, tahap evaluasi danrefleksi/umpan balik.
Laporan hasil penelitian kaji tindak terdiri dari :
1. gagasan umum
2. perumusan masalah
3. perencanaan penelitian kaji tindak
4. pelaksanaan penelitian kaji tindak
5. monitoring
6. evaluasi dan refleksi
7. saran dan rekomendasi
K. PERANGKAT SUPERVISI
Salah satu perangkat yang digunakan dalam melaksankan supervisi ialah instrument observasi pembelajaran/check list terutama untuk supervisi kelas, supervisi klinis, dengan demikian diharapkan indicator yang diamati untuk setiap unsure yang diamati, antara lain :
A. Persiapan dan aperisepsi
B. Relevansi materi dengan tujuan instruksional
C. Penguasaan materi
D. Strategi
E. Metode
F. Manajemen kelas
G. Pemberian metivasi kepada siswa
H. Nada dan suara
I. Penggunaan bahasa
J. Gaya dan sikap perilaku





Daftar Pustaka :
Drs. N. A. Ametembun (06-06-2008), Arti Supervisi Pendidikan [ online ]. www.aplikasi.wordpress.com


Sumber:
http://www.scribd.com/doc/9599712/ArtiSupervisiPendidikan?secret_password=&autodown=doc

BIMBINGAN DAN KONSELING

Dasar pemikiran penyelenggaraan bimbingan dan konseling di Sekolah/Madrasah, bukan semata-mata terletak pada ada atau tidak adanya landasan hukum (perundang-undangan) atau ketentuan dari atas, namun yang lebih penting adalah menyangkut upaya memfasilitasi peserta didik yang selanjutnya disebut konseli, agar mampu mengembangkan potensi dirinya atau mencapai tugas-tugas perkembangannya (menyangkut aspek fisik, emosi, intelektual, sosial, dan moral-spiritual).
Konseli sebagai seorang individu yang sedang berada dalam proses berkembang atau menjadi (on becoming), yaitu berkembang ke arah kematangan atau kemandirian. Untuk mencapai kematangan tersebut, konseli memerlukan bimbingan karena mereka masih kurang memiliki pemahaman atau wawasan tentang dirinya dan lingkungannya, juga pengalaman dalam menentukan arah kehidupannya. Disamping itu terdapat suatu keniscayaan bahwa proses perkembangan konseli tidak selalu berlangsung secara mulus, atau bebas dari masalah. Dengan kata lain, proses perkembangan itu tidak selalu berjalan dalam alur linier, lurus, atau searah dengan potensi, harapan dan nilai-nilai yang dianut.
Perkembangan konseli tidak lepas dari pengaruh lingkungan, baik fisik, psikis maupun sosial. Sifat yang melekat pada lingkungan adalah perubahan. Perubahan yang terjadi dalam lingkungan dapat mempengaruhi gaya hidup (life style) warga masyarakat. Apabila perubahan yang terjadi itu sulit diprediksi, atau di luar jangkauan kemampuan, maka akan melahirkan kesenjangan perkembangan perilaku konseli, seperti terjadinya stagnasi (kemandegan) perkembangan, masalah-masalah pribadi atau penyimpangan perilaku. Perubahan lingkungan yang diduga mempengaruhi gaya hidup, dan kesenjangan perkembangan tersebut, di antaranya: pertumbuhan jumlah penduduk yang cepat, pertumbuhan kota-kota, kesenjangan tingkat sosial ekonomi masyarakat, revolusi teknologi informasi, pergeseran fungsi atau struktur keluarga, dan perubahan struktur masyarakat dari agraris ke industri.
Iklim lingkungan kehidupan yang kurang sehat, seperti : maraknya tayangan pornografi di televisi dan VCD; penyalahgunaan alat kontrasepsi, minuman keras, dan obat-obat terlarang/narkoba yang tak terkontrol; ketidak harmonisan dalam kehidupan keluarga; dan dekadensi moral orang dewasa sangat mempengaruhi pola perilaku atau gaya hidup konseli (terutama pada usia remaja) yang cenderung menyimpang dari kaidah-kaidah moral (akhlak yang mulia), seperti: pelanggaran tata tertib Sekolah/Madrasah, tawuran, meminum minuman keras, menjadi pecandu Narkoba atau NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya, seperti: ganja, narkotika, ectasy, putau, dan sabu-sabu), kriminalitas, dan pergaulan bebas (free sex).
Penampilan perilaku remaja seperti di atas sangat tidak diharapkan, karena tidak sesuai dengan sosok pribadi manusia Indonesia yang dicita-citakan, seperti tercantum dalam tujuan pendidikan nasional (UU No. 20 Tahun 2003), yaitu: (1) beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, (2) berakhlak mulia, (3) memiliki pengetahuan dan keterampilan, (4) memiliki kesehatan jasmani dan rohani, (5) memiliki kepribadian yang mantap dan mandiri, serta (6) memiliki rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Tujuan tersebut mempunyai implikasi imperatif (yang mengharuskan) bagi semua tingkat satuan pendidikan untuk senantiasa memantapkan proses pendidikannya secara bermutu ke arah pencapaian tujuan pendidikan tersebut.
Upaya menangkal dan mencegah perilaku-perilaku yang tidak diharapkan seperti disebutkan, adalah mengembangkan potensi konseli dan memfasilitasi mereka secara sistematik dan terprogram untuk mencapai standar kompetensi kemandirian. Upaya ini merupakan wilayah garapan bimbingan dan konseling yang harus dilakukan secara proaktif dan berbasis data tentang perkembangan konseli beserta berbagai faktor yang mempengaruhinya.
Dengan demikian, pendidikan yang bermutu, efektif atau ideal adalah yang mengintegrasikan tiga bidang kegiatan utamanya secara sinergi, yaitu bidang administratif dan kepemimpinan, bidang instruksional atau kurikuler, dan bidang bimbingan dan konseling. Pendidikan yang hanya melaksanakan bidang administratif dan instruksional dengan mengabaikan bidang bimbingan dan konseling, hanya akan menghasilkan konseli yang pintar dan terampil dalam aspek akademik, tetapi kurang memiliki kemampuan atau kematangan dalam aspek kepribadian.
Pada saat ini telah terjadi perubahan paradigma pendekatan bimbingan dan konseling, yaitu dari pendekatan yang berorientasi tradisional, remedial, klinis, dan terpusat pada konselor, kepada pendekatan yang berorientasi perkembangan dan preventif. Pendekatan bimbingan dan konseling perkembangan (Developmental Guidance and Counseling), atau bimbingan dan konseling komprehensif (Comprehensive Guidance and Counseling). Pelayanan bimbingan dan konseling komprehensif didasarkan kepada upaya pencapaian tugas perkembangan, pengembangan potensi, dan pengentasan masalah-masalah konseli. Tugas-tugas perkembangan dirumuskan sebagai standar kompetensi yang harus dicapai konseli, sehingga pendekatan ini disebut juga bimbingan dan konseling berbasis standar (standard based guidance and counseling). Standar dimaksud adalah standar kompetensi kemandirian (periksa lampiran 1).
Dalam pelaksanaannya, pendekatan ini menekankan kolaborasi antara konselor dengan para personal Sekolah/ Madrasah lainnya (pimpinan Sekolah/Madrasah, guru-guru, dan staf administrasi), orang tua konseli, dan pihak-pihak ter-kait lainnya (seperti instansi pemerintah/swasta dan para ahli : psikolog dan dokter). Pendekatan ini terintegrasi dengan proses pendidikan di Sekolah/Madrasah secara keseluruhan dalam upaya membantu para konseli agar dapat mengem-bangkan atau mewujudkan potensi dirinya secara penuh, baik menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar, maupun karir.
Atas dasar itu, maka implementasi bimbingan dan konseling di Sekolah/Madrasah diorientasikan kepada upaya memfasilitasi perkembangan potensi konseli, yang meliputi as-pek pribadi, sosial, belajar, dan karir; atau terkait dengan pengembangan pribadi konseli sebagai makhluk yang berdimensi biopsikososiospiritual (biologis, psikis, sosial, dan spiritual).
TUJUAN BIMBINGAN KONSELING
Tujuan pelayanan bimbingan ialah agar konseli dapat: (1) merencanakan kegiatan penyelesaian studi, perkembangan karir serta kehidupan-nya di masa yang akan datang; (2) mengembangkan seluruh potensi dan kekuatan yang dimilikinya seoptimal mungkin; (3) menyesuaikan diri dengan lingkungan pendidikan, lingkungan masyarakat serta lingkungan kerjanya; (4) mengatasi hambatan dan kesulitan yang dihadapi dalam studi, penyesuaian dengan lingkungan pendidikan, masyarakat, maupun lingkungan kerja.
Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, mereka harus mendapatkan kesempatan untuk: (1) mengenal dan memahami potensi, kekuatan, dan tugas-tugas perkem-bangannya, (2) mengenal dan memahami potensi atau peluang yang ada di lingkungannya, (3) mengenal dan menentukan tujuan dan rencana hidupnya serta rencana pencapaian tujuan tersebut, (4) memahami dan mengatasi kesulitan-kesulitan sendiri (5) menggunakan kemampuannya untuk kepentingan dirinya, kepentingan lembaga tempat bekerja dan masyarakat, (6) menyesuaikan diri dengan keadaan dan tuntutan dari lingkungannya; dan (7) mengembangkan segala potensi dan kekuatan yang dimilikinya secara optimal.
Secara khusus bimbingan dan konseling bertujuan untuk membantu konseli agar dapat mencapai tugas-tugas perkembangannya yang meliputi aspek pribadi-sosial, belajar (akademik), dan karir.
1. Tujuan bimbingan dan konseling yang terkait dengan aspek pribadi-sosial konseli adalah:
• Memiliki komitmen yang kuat dalam mengamalkan nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, baik dalam kehidupan pribadi, keluarga, pergaulan dengan teman sebaya, Sekolah/Madrasah, tempat kerja, maupun masyarakat pada umumnya.
• Memiliki sikap toleransi terhadap umat beragama lain, dengan saling menghormati dan memelihara hak dan kewajibannya masing-masing.
• Memiliki pemahaman tentang irama kehidupan yang bersifat fluktuatif antara yang menyenangkan (anugrah) dan yang tidak menyenangkan (musibah), serta dan mampu meresponnya secara positif sesuai dengan ajaran agama yang dianut.
• Memiliki pemahaman dan penerimaan diri secara objektif dan konstruktif, baik yang terkait dengan keunggulan maupun kelemahan; baik fisik maupun psikis.
• Memiliki sikap positif atau respek terhadap diri sendiri dan orang lain.
• Memiliki kemampuan untuk melakukan pilihan secara sehat
• Bersikap respek terhadap orang lain, menghormati atau menghargai orang lain, tidak melecehkan martabat atau harga dirinya.
• Memiliki rasa tanggung jawab, yang diwujudkan dalam bentuk komitmen terhadap tugas atau kewajibannya.
• Memiliki kemampuan berinteraksi sosial (human relationship), yang diwujudkan dalam bentuk hubungan persahabatan, persaudaraan, atau silaturahim dengan sesama manusia.
• Memiliki kemampuan dalam menyelesaikan konflik (masalah) baik bersifat internal (dalam diri sendiri) maupun dengan orang lain.
• Memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan secara efektif.
2. Tujuan bimbingan dan konseling yang terkait dengan aspek akademik (belajar) adalah :
• Memiliki kesadaran tentang potensi diri dalam aspek belajar, dan memahami berbagai hambatan yang mungkin muncul dalam proses belajar yang dialaminya.
• Memiliki sikap dan kebiasaan belajar yang positif, seperti kebiasaan membaca buku, disiplin dalam belajar, mempunyai perhatian terhadap semua pelajaran, dan aktif mengikuti semua kegiatan belajar yang diprogramkan.
• Memiliki motif yang tinggi untuk belajar sepanjang hayat.
• Memiliki keterampilan atau teknik belajar yang efektif, seperti keterampilan membaca buku, mengggunakan kamus, mencatat pelajaran, dan mempersiapkan diri menghadapi ujian.
• Memiliki keterampilan untuk menetapkan tujuan dan perencanaan pendidikan, seperti membuat jadwal belajar, mengerjakan tugas-tugas, memantapkan diri dalam memperdalam pelajaran tertentu, dan berusaha memperoleh informasi tentang berbagai hal dalam rangka mengembangkan wawasan yang lebih luas.
• Memiliki kesiapan mental dan kemampuan untuk menghadapi ujian.
3. Tujuan bimbingan dan konseling yang terkait dengan aspek karir adalah :
• Memiliki pemahaman diri (kemampuan, minat dan kepribadian) yang terkait dengan pekerjaan.
• Memiliki pengetahuan mengenai dunia kerja dan informasi karir yang menunjang kematangan kompetensi karir.
• Memiliki sikap positif terhadap dunia kerja. Dalam arti mau bekerja dalam bidang pekerjaan apapun, tanpa merasa rendah diri, asal bermakna bagi dirinya, dan sesuai dengan norma agama.
• Memahami relevansi kompetensi belajar (kemampuan menguasai pelajaran) dengan persyaratan keahlian atau keterampilan bidang pekerjaan yang menjadi cita-cita karirnya masa depan.
• Memiliki kemampuan untuk membentuk identitas karir, dengan cara mengenali ciri-ciri pekerjaan, kemampuan (persyaratan) yang dituntut, lingkungan sosiopsikologis pekerjaan, prospek kerja, dan kesejahteraan kerja.
• Memiliki kemampuan merencanakan masa depan, yaitu merancang kehidupan secara rasional untuk memperoleh peran-peran yang sesuai dengan minat, kemampuan, dan kondisi kehidupan sosial ekonomi.
• Dapat membentuk pola-pola karir, yaitu kecenderungan arah karir. Apabila seorang konseli bercita-cita menjadi seorang guru, maka dia senantiasa harus mengarahkan dirinya kepada kegiatan-kegiatan yang relevan dengan karir keguruan tersebut.
• Mengenal keterampilan, kemampuan dan minat. Keberhasilan atau kenyamanan dalam suatu karir amat dipengaruhi oleh kemampuan dan minat yang dimiliki. Oleh karena itu, maka setiap orang perlu memahami kemampuan dan minatnya, dalam bidang pekerjaan apa dia mampu, dan apakah dia berminat terhadap pekerjaan tersebut.
• Memiliki kemampuan atau kematangan untuk mengambil keputusan karir.
Fungsi Bimbingan dan Konseling adalah :
1. Fungsi Pemahaman, yaitu fungsi bimbingan dan konseling membantu konseli agar memiliki pemahaman terhadap dirinya (potensinya) dan lingkungannya (pendidikan, pekerjaan, dan norma agama). Berdasarkan pemahaman ini, konseli diharapkan mampu mengembangkan potensi dirinya secara optimal, dan menyesuaikan dirinya dengan lingkungan secara dinamis dan konstruktif.
2. Fungsi Preventif, yaitu fungsi yang berkaitan dengan upaya konselor untuk senantiasa mengantisipasi berbagai masalah yang mungkin terjadi dan berupaya untuk mencegahnya, supaya tidak dialami oleh konseli. Melalui fungsi ini, konselor memberikan bimbingan kepada konseli tentang cara menghindarkan diri dari perbuatan atau kegiatan yang membahayakan dirinya. Adapun teknik yang dapat digunakan adalah pelayanan orientasi, informasi, dan bimbingan kelompok. Beberapa masalah yang perlu diinformasikan kepada para konseli dalam rangka mencegah terjadinya tingkah laku yang tidak diharapkan, diantaranya : bahayanya minuman keras, merokok, penyalahgunaan obat-obatan, drop out, dan pergaulan bebas (free sex).
3. Fungsi Pengembangan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang sifatnya lebih proaktif dari fungsi-fungsi lainnya. Konselor senantiasa berupaya untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, yang memfasilitasi perkembangan konseli. Konselor dan personel Sekolah/Madrasah lainnya secara sinergi sebagai teamwork berkolaborasi atau bekerjasama merencanakan dan melaksanakan program bimbingan secara sistematis dan berkesinambungan dalam upaya membantu konseli mencapai tugas-tugas perkembangannya. Teknik bimbingan yang dapat digunakan disini adalah pelayanan informasi, tutorial, diskusi kelompok atau curah pendapat (brain storming), home room, dan karyawisata.
4. Fungsi Penyembuhan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang bersifat kuratif. Fungsi ini berkaitan erat dengan upaya pemberian bantuan kepada konseli yang telah mengalami masalah, baik menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar, maupun karir. Teknik yang dapat digunakan adalah konseling, dan remedial teaching.
5. Fungsi Penyaluran, yaitu fungsi bimbingan dan konseling dalam membantu konseli memilih kegiatan ekstrakurikuler, jurusan atau program studi, dan memantapkan penguasaan karir atau jabatan yang sesuai dengan minat, bakat, keahlian dan ciri-ciri kepribadian lainnya. Dalam melaksanakan fungsi ini, konselor perlu bekerja sama dengan pendidik lainnya di dalam maupun di luar lembaga pendidikan.
6. Fungsi Adaptasi, yaitu fungsi membantu para pelaksana pendidikan, kepala Sekolah/Madrasah dan staf, konselor, dan guru untuk menyesuaikan program pendidikan terhadap latar belakang pendidikan, minat, kemampuan, dan kebutuhan konseli. Dengan menggunakan informasi yang memadai mengenai konseli, pembimbing/konselor dapat membantu para guru dalam memperlakukan konseli secara tepat, baik dalam memilih dan menyusun materi Sekolah/Madrasah, memilih metode dan proses pembelajaran, maupun menyusun bahan pelajaran sesuai dengan kemampuan dan kecepatan konseli.
7. Fungsi Penyesuaian, yaitu fungsi bimbingan dan konseling dalam membantu konseli agar dapat menyesuaikan diri dengan diri dan lingkungannya secara dinamis dan konstruktif.
8. Fungsi Perbaikan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling untuk membantu konseli sehingga dapat memperbaiki kekeliruan dalam berfikir, berperasaan dan bertindak (berkehendak). Konselor melakukan intervensi (memberikan perlakuan) terhadap konseli supaya memiliki pola berfikir yang sehat, rasional dan memiliki perasaan yang tepat sehingga dapat mengantarkan mereka kepada tindakan atau kehendak yang produktif dan normatif.
9. Fungsi Fasilitasi, memberikan kemudahan kepada konseli dalam mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal, serasi, selaras dan seimbang seluruh aspek dalam diri konseli.
10. Fungsi Pemeliharaan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling untuk membantu konseli supaya dapat menjaga diri dan mempertahankan situasi kondusif yang telah tercipta dalam dirinya. Fungsi ini memfasilitasi konseli agar terhindar dari kondisi-kondisi yang akan menyebabkan penurunan produktivitas diri. Pelaksanaan fungsi ini diwujudkan melalui program-program yang menarik, rekreatif dan fakultatif (pilihan) sesuai dengan minat konseli
Terdapat beberapa prinsip dasar yang dipandang sebagai fundasi atau landasan bagi pelayanan bimbingan. Prinsip-prinsip ini berasal dari konsep-konsep filosofis tentang kemanusiaan yang menjadi dasar bagi pemberian pelayanan bantuan atau bimbingan, baik di Sekolah/Madrasah maupun di luar Sekolah/Madrasah. Prinsip-prinsip itu adalah:
1. Bimbingan dan konseling diperuntukkan bagi semua konseli. Prinsip ini berarti bahwa bimbingan diberikan kepada semua konseli atau konseli, baik yang tidak bermasalah maupun yang bermasalah; baik pria maupun wanita; baik anak-anak, remaja, maupun dewasa. Dalam hal ini pendekatan yang digunakan dalam bimbingan lebih bersifat preventif dan pengembangan dari pada penyembuhan (kuratif); dan lebih diutamakan teknik kelompok dari pada perseorangan (individual).
2. Bimbingan dan konseling sebagai proses individuasi. Setiap konseli bersifat unik (berbeda satu sama lainnya), dan melalui bimbingan konseli dibantu untuk memaksimalkan perkembangan keunikannya tersebut. Prinsip ini juga berarti bahwa yang menjadi fokus sasaran bantuan adalah konseli, meskipun pelayanan bimbingannya menggunakan teknik kelompok.
3. Bimbingan menekankan hal yang positif. Dalam kenyataan masih ada konseli yang memiliki persepsi yang negatif terhadap bimbingan, karena bimbingan dipandang sebagai satu cara yang menekan aspirasi. Sangat berbeda dengan pandangan tersebut, bimbingan sebenarnya merupakan proses bantuan yang menekankan kekuatan dan kesuksesan, karena bimbingan merupakan cara untuk membangun pandangan yang positif terhadap diri sendiri, memberikan dorongan, dan peluang untuk berkembang.
4. Bimbingan dan konseling Merupakan Usaha Bersama. Bimbingan bukan hanya tugas atau tanggung jawab konselor, tetapi juga tugas guru-guru dan kepala Sekolah/Madrasah sesuai dengan tugas dan peran masing-masing. Mereka bekerja sebagai teamwork.
5. Pengambilan Keputusan Merupakan Hal yang Esensial dalam Bimbingan dan konseling. Bimbingan diarahkan untuk membantu konseli agar dapat melakukan pilihan dan mengambil keputusan. Bimbingan mempunyai peranan untuk memberikan informasi dan nasihat kepada konseli, yang itu semua sangat penting baginya dalam mengambil keputusan. Kehidupan konseli diarahkan oleh tujuannya, dan bimbingan memfasilitasi konseli untuk memper-timbangkan, menyesuaikan diri, dan menyempurnakan tujuan melalui pengambilan keputusan yang tepat. Kemampuan untuk membuat pilihan secara tepat bukan kemampuan bawaan, tetapi kemampuan yang harus dikembangkan. Tujuan utama bimbingan adalah mengembangkan kemampuan konseli untuk memecahkan masalahnya dan mengambil keputusan.
6. Bimbingan dan konseling Berlangsung dalam Berbagai Setting (Adegan) Kehidupan. Pemberian pelayanan bimbingan tidak hanya berlangsung di Sekolah/Madrasah, tetapi juga di lingkungan keluarga, perusahaan/industri, lembaga-lembaga pemerintah/swasta, dan masyarakat pada umumnya. Bidang pelayanan bimbingan pun bersifat multi aspek, yaitu meliputi aspek pribadi, sosial, pendidikan, dan pekerjaan.
Keterlaksanaan dan keberhasilan pelayanan bimbingan dan konseling sangat ditentukan oleh diwujudkannya asas-asas berikut.
1. Asas Kerahasiaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menuntut dirahasiakanya segenap data dan keterangan tentang konseli (konseli) yang menjadi sasaran pelayanan, yaitu data atau keterangan yang tidak boleh dan tidak layak diketahui oleh orang lain. Dalam hal ini guru pembimbing berkewajiban penuh memelihara dan menjaga semua data dan keterangan itu sehingga kerahasiaanya benar-benar terjamin.
2. Asas kesukarelaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki adanya kesukaan dan kerelaan konseli (konseli) mengikuti/menjalani pelayanan/kegiatan yang diperlu-kan baginya. Dalam hal ini guru pembimbing berkewajiban membina dan mengembangkan kesukarelaan tersebut.
3. Asas keterbukaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar konseli (konseli) yang menjadi sasaran pelayanan/kegiatan bersifat terbuka dan tidak berpura-pura, baik di dalam memberikan keterangan tentang dirinya sendiri maupun dalam menerima berbagai informasi dan materi dari luar yang berguna bagi pengembangan dirinya. Dalam hal ini guru pembimbing berkewajiban mengembangkan keterbukaan konseli (konseli). Keterbukaan ini amat terkait pada terselenggaranya asas kerahasiaan dan adanya kesukarelaan pada diri konseli yang menjadi sasaran pelayanan/kegiatan. Agar konseli dapat terbuka, guru pembimbing terlebih dahulu harus bersikap terbuka dan tidak berpura-pura.
4. Asas kegiatan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar konseli (konseli) yang menjadi sasaran pelayanan berpartisipasi secara aktif di dalam penyelenggaraan pelayanan/kegiatan bimbingan. Dalam hal ini guru pembimbing perlu mendorong konseli untuk aktif dalam setiap pelayanan/kegiatan bimbingan dan konseling yang diperuntukan baginya.
5. Asas kemandirian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menunjuk pada tujuan umum bimbingan dan konseling, yakni: konseli (konseli) sebagai sasaran pelayanan bimbingan dan konseling diharapkan menjadi konseli-konseli yang mandiri dengan ciri-ciri mengenal dan menerima diri sendiri dan lingkungannya, mampu mengambil keputusan, mengarahkan serta mewujudkan diri sendiri. Guru pembimbing hendaknya mampu mengarahkan segenap pelayanan bimbingan dan konseling yang diselenggarakannya bagi berkembangnya kemandirian konseli.
6. Asas Kekinian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar objek sasaran pelayanan bimbingan dan konseling ialah permasalahan konseli (konseli) dalam kondisinya sekarang. Pelayanan yang berkenaan dengan “masa depan atau kondisi masa lampau pun” dilihat dampak dan/atau kaitannya dengan kondisi yang ada dan apa yang diperbuat sekarang.
7. Asas Kedinamisan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar isi pelayanan terhadap sasaran pelayanan (konseli) yang sama kehendaknya selalu bergerak maju, tidak monoton, dan terus berkembang serta berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan dan tahap perkembangannya dari waktu ke waktu.
8. Asas Keterpaduan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar berbagai pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling, baik yang dilakukan oleh guru pembimbing maupun pihak lain, saling menunjang, harmonis, dan terpadu. Untuk ini kerja sama antara guru pembimbing dan pihak-pihak yang berperan dalam penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling perlu terus dikembangkan. Koordinasi segenap pelayanan/kegiatan bimbingan dan konseling itu harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
9. Asas Keharmonisan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar segenap pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling didasarkan pada dan tidak boleh bertentangan dengan nilai dan norma yang ada, yaitu nilai dan norma agama, hukum dan peraturan, adat istiadat, ilmu pengetahuan, dan kebiasaan yang berlaku. Bukanlah pelayanan atau kegiatan bimbingan dan konseling yang dapat dipertanggungjawabkan apabila isi dan pelaksanaannya tidak berdasarkan nilai dan norma yang dimaksudkan itu. Lebih jauh, pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling justru harus dapat meningkatkan kemampuan konseli (konseli) memahami, menghayati, dan mengamalkan nilai dan norma tersebut.
10. Asas Keahlian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling diselenggarakan atas dasar kaidah-kaidah profesional. Dalam hal ini, para pelaksana pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling hendaklah tenaga yang benar-benar ahli dalam bidang bimbingan dan konseling. Keprofesionalan guru pembimbing harus terwujud baik dalam penyelenggaraan jenis-jenis pelayanan dan kegiatan dan konseling maupun dalam penegakan kode etik bimbingan dan konseling.
11. Asas Alih Tangan Kasus, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar pihak-pihak yang tidak mampu menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling secara tepat dan tuntas atas suatu permasalahan konseli (konseli) mengalihtangankan permasalahan itu kepada pihak yang lebih ahli. Guru pembimbing dapat menerima alih tangan kasus dari orang tua, guru-guru lain, atau ahli lain ; dan demikian pula guru pembimbing dapat mengalihtangankan kasus kepada guru mata pelajaran/praktik dan lain-lain.
DAFTAR RUJUKAN:
AACE. (2003). Competencies in Assessment and Evaluation for School Counselor. http://aace.ncat.edu
Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia. (2007). Penataan Pendidikan Profesional Konselor. Naskah Akademik ABKIN (dalam proses finalisasi).
Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia. (2005). Standar Kompetensi Konselor Indonesia. Bandung: ABKIN
Bandura, A. (Ed.). (1995). Self-Efficacy in Changing Soceties. Cambridge, UK:
Cambridge University Press.


Sumber
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/03/14/fungsi-prinsip-dan-asas-bimbingan-dan-konseling/

PENGEMBANGAN KOMPETENSI SDM KEPENDIDIKAN

oleh: Dr. Baedhowi, M.Si
Dirjen Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PMPTK) Departemen Pendidikan Nasional.
Pengantar
Pada era sekarang, yang sering disebut era globalisasi, institusi pendidikan formal mengemban tugas penting untuk menyiapkan sumber daya manusia (SDM) Indonesia berkualitas di masa depan. Di lingkungan pendidikan persekolahan (education as schooling) ini, guru profesional memegang kunci utama bagi peningkatan mutu SDM masa depan itu. Guru merupakan tenaga profesional yang melakukan tugas pokok dan fungsi meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap peserta didik sebagai aset manusia Indonesia masa depan.
Pemerintah tidak pernah berhenti berupaya meningkatkan profesionalisme guru dan kesejahteraan guru. Pemerintah telah melakukan langkah-langkah strategis dalam kerangka peningkatan kualifikasi, kompetensi, kesejahteraan, serta perlindungan hukum dan perlindungan profesi bagi mereka. Langkah-langkah strategis ini perlu diambil, karena apresiasi tinggi suatu bangsa terhadap guru sebagai penyandang profesi yang bermartabat merupakan pencerminan sekaligus sebagai salah satu ukuran martabat suatu bangsa.
Hingga saat ini secara kuantitatif populasi guru di Indonesia sangat besar. Secara nasional masih banyak guru yang belum memenuhi persyaratan kualifikasi akademik. Data tahun 2008 jumlah guru yang belum memenuhi kualifikasi S-1/DIV sebanyak 1.656.548. Untuk mempercepat seluruh guru memenuhi persyaratan kualifikasi pendidikan yang diharapkan tuntas pada tahun 2015 sesuai dengan amanat UU Nomor 14 Tahun 2005, pemerintah melalui Departemen Pendidikan Nasional sejak tahun 2006 memberikan subsidi peningkatan kualifikasi guru pada satuan pendidikan dasar dan menengah yang sedang dan akan menempuh pendidikan jenjang S1/D-IV,baik guru PNS maupun guru bukan PNS. Sejalan dengan itu, pelaksanaan sertifikasi guru yang telah dimulai sejak tahun 2007 akan terus dilakukan, sehinggan diharapkan guru-guru yang ada dan telah memenuhi persyaratan dapat memperoleh sertifikat sesuai dengan kriteria dan rentang waktu yang ditetapkan dalam undang-undang.
Membangun Profesi Guru
Saat ini telah muncul komitmen kuat dari Pemerintah Indonesia, terutama Depdiknas, untuk merevitalisasi kinerja guru antara lain dengan memperketat persyaratan bagi siapa saja yang ingin meniti karir profesi di bidang keguruan. Dengan persyaratan minimum kualifikasi akademik sebagaimana diatur dalam UU No. 14 Tahun 2005, diharapkan guru benar-benar memiliki kompetensi sebagai agen pembelajaran.
Kompetensi sebagai agen pembelajaran meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial, dimana hal itu diharapkan dapat diperoleh secara penuh melalui pendidikan profesi. Ke depan, agaknya peluang orang-orang yang berminat untuk menjadi guru cukup terbuka lebar. Dalam PP No. 19 Tahun 2005 disebutkan bahwa seseorang yang tidak memiliki ijazah S1, D-IV, atau sertifikat profesi akan tetapi memiliki keahlian khusus yang diakui dan diperlukan dapat diangkat menjadi guru pada TK/RA/BA sampai dengan SMA atau bentuk lain yang sederajat, setelah melewati uji kelayakan dan kesetaraan dengan rambu-rambu tertentu.
Tentu saja masalah pengelolaan guru akan selalu muncul dengan kadar yang beragam pada masing-masing daerah. Hingga kini, beberapa masalah di bidang ini menyangkut jumlah, mutu, penyebaran, kesejahteraan, perlindungan hukum, perlindungan profesi, perlindungan ketenagakerjaan, dan manajemen. Setidaknya sebagian di antara permasalahan manajemen guru tersebut agaknya akan dapat dipecahkan, jika semua pihah memiliki komitmen, sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 14 Tahun 2005.
Berkaitan dengan manajemen guru, perlu perhatian khusus untuk beberapa hal yang sangat esensial, seperti termuat dalam UU Nomor 14 Tahun 2005. Pertama, pemerintah wajib memenuhi kebutuhan guru PNS, baik jumlah, kualifikasi, kompetensi maupun pemerataannya untuk menjamin keberlangsungan pendidikan. Kedua, pemerintah provinsi wajib memenuhi kebutuhan guru PNS, baik jumlah, kualifikasi, kompetensi maupun pemerataannya untuk menjamin keberlangsungan pendidikan menengah negeri dan pendidikan khusus negeri sesuai dengan SNP di wilayah kewenangannya masing-masing. Ketiga, pemerintah Kabupaten/Kota wajib memenuhi kebutuhan guru PNS, baik jumlah, kualifikasi, kompetensi maupun pemerataannya untuk menjamin keberlangsungan pendidikan dasar negeri dan pendidikan anak usia dini jalur formal sesuai dengan SNP di wilayah kewenangannya masing-masing.
Keempat, penyelenggara satuan pendidikan atau satuan pendidikan dasar, menengah, atau anak usia dini jalur formal yang diselenggarakan oleh masyarakat wajib memenuhi kebutuhan guru tetap, baik jumlah, kualifikasi, maupun kompetensinya untuk menjamin keberlangsungan pendidikan formal sesuai dengan SNP. Jika hal ini diikuti secara konsisten oleh pihak-pihak yang tergamit, masalah manajemen guru akan dapat dipecahkan. Tentu saja hal itu harus ditunjang oleh sistem pengangkatan dan penempatan guru dilakukan secara obyektif dan transparan.
Profesi dan Profesionalisasi Guru
Guru profesional memiliki kemampuan mengorganisasikan lingkungan belajar yang produktif. Kata “profesi” secara terminologi diartikan suatu pekerjaan yang mempersyaratkan pendidikan tinggi bagi pelakunya dengan titik tekan pada pekerjaan mental, bukan pekerjaan manual. Kamampuan mental yang dimaksudkan di sini adalah ada persyaratan pengetahuan teoritis sebagai instrumen untuk melakukan perbuatan praktis.
Dari sudut penghampiran sosiologi, Vollmer & Mills dalam bukunya Professionalization (1972) mengemukakan bahwa profesi menunjuk kepada suatu kelompok pekerjaan dari jenis yang ideal, yang sesungguhnya tidak ada di dalam kenyataan atau tidak pernah akan tercapai, akan tetapi menyediakan suatu model status pekerjaan yang bisa diperoleh, bila pekerjaan itu telah mencapai profesionalisasi secara penuh. Kata profesional berarti sering diartikan sifat yang ditampilkan oleh seorang penyandang profesi, berikut implikasinya dikaitkan dengan kebutuhan hidupnya. Dalam UU No. 14 tahun 2005, kata profesional diartikan sebagai pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.
Profesionalisme berasal dari kata bahasa Inggris professionalism yang secara leksikal berarti sifat profesional. Profesionalisasi merupakan proses peningkatan kualifikasi atau kemampuan para anggota penyandang suatu profesi untuk mencapai kriteria standar ideal dari penampilan atau perbuatan yang diinginkan oleh profesinya itu. Profesionalisasi mengandung makna dua dimensi utama, yaitu peningkatan status dan peningkatan kemampuan praktis. Peningkatan status dan peningkatan kemampuan praktis ini harus sejalan dengan tuntutan tugas yang diemban sebagai guru.
Sebagi tenaga profesional, guru dituntut memvalidasi ilmunya, baik melalui belajar sendiri maupun melalui program pembinaan dan pengembangan yang dilembagakan oleh pemerintah atau masyarakat. Pembinaan merupakan upaya peningkatan profesionalisme guru yang dapat dilakukan melalui kegiatan seminar, pelatihan, dan pendidikan. Pembinaan guru dilakukan dana kerangka pembinaan profesi dan karier. Pembinaan profesi guru meliputi pembinaan kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial. Pembinaan karier sebagaimana dimaksud pada meliputi meliputi penugasan, kenaikan pangkat, dan promosi.
Strategi Peningkatan Mutu Guru
Lahirnya UU No. 14 Tahun 2005 merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan mutu guru, sekaligus diharapkan dapat meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Di dalam UU ini diamanatkan bahwa guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kebijakan prioritas dalam rangka pemberdayaan guru saat ini adalah meningkatan kualifikasi, peningkatan kompetensi, sertifikasi guru, pengembangan karir, penghargaan dan perlindungan, perencanaan kebutuhan guru, tunjangan guru, dan maslahat tambahan.
Sejalan dengan itu, ke depan beberapa kebijakan yang digariskan untuk meningkatkan mutu pendidikan pada umumnya dan meningkatkan mutu guru khususnya, antara lain mencakup hal-hal berikut ini. Pertama, melakukan pendataan, validasi data, pengembangan program dan sistem pelaporan pembinaan profesi pendidik melalui jaringan kerja dengan P4TK, LPMP, dan Dinas Pendidikan.
Kedua, mengembangkan model penyiapan dan penempatan pendidik untuk daerah khusus melalui pembentukan tim pengembang dan survey wilayah. Ketiga, menyusun kebijakan dan mengembangkan sistem pengelolaan pendidik secara transparan dan akuntabel melalui pembentukan tim pengembang dan program rintisan pengelolaan pendidik.
Keempat, meningkatkan kapasitas staf dalam perencanaan dan evaluasi program melalui pelatihan, pendidikan lanjutan dan rotasi. Kelima, mengembangkan sistem layanan pendidik untuk pendidikan layanan khusus melalui kerja sama dengan LPTK dan lembaga terkait lain. Keenam, melakukan kerja sama antar lembaga di dalam dan di luar negeri melalui berbagai program yang bermanfaat bagi pengembangan profesi pendidik.
Ketujuh, mengembangkan sistem dan pelaksanaan penjaminan mutu pendidikan melalui pembentukan tim pengembang dan tim penjamin mutu pendidikan. Kedelapan, menyusun kebijakan dan mengembangkan sistem pengelolaan pendidik secara transparan dan akuntabel melalui pembentukan tim pengembang dan program rintisan pengelolaan guru dan tenaga kependidikan.
Alternatif Model Peningkatan Kualifikasi Guru
Depdiknas telah menetapkan banyak model peningkatan kualifikasi akademik bagi guru. Seorang guru dalam menentukan model yang dipilih, dengan mempertimbangkan beberapa hal yang berkenaan dengan kemampuan akademik, kesiapan mental dan tanggung jawab sebagai PNS dengan tugas sebagai guru di sekolah. Berikut adalah model-model peningkatan kualifikasi akademik yang dapat dipilih untuk meningkatkan kualifikasi guru.
Model Tugas Belajar, dimana guru yang mengikuti model ini dibebaskan dari tugas mengajar dan ditugaskan mengikuti perkuliahan di salah satu Perguruan Tinggi. Tugas belajar ini dapat bersifat mandiri maupun kelompok. Tugas belajar mandiri merupakan peningkatan kualifikasi ke S1 atau D4 yang perkuliahannya terintegrasi dengan program S1 atau D4 reguler yang diselenggarakan oleh Perguruan Tinggi, sedangkan tugas belajar kelompok minimal 20 orang dengan menyelenggarakan kuliahnya dilaksanakan dalam kelas tersendiri. Tugas belajar yang bersifat kelompok dilaksanakan dalam bentuk kerjasama dengan lembaga terkait, baik Pemerintah maupun pemerintah daerah.
Model Ijin Belajar, dimana guru tetap melaksanakan tugas mengajar di sekolah, tetapi dalam waktu yang sama mereka juga mengikuti kuliah di perguruan tinggi. Perkuliahan dilaksanakan di sela-sela mengajar atau pada hari tidak mengajar. Peningkatan kualifikasi model ini dapat besifat mandiri maupun kelompok. Ijin belajar yang bersifat mandiri sama dengan tugas belajar mandiri hanya berbeda pada beban mengajar, sedangkan ijin belajar kelompok minimal juga 20 guru.
Model Akreditasi, dimana guru tidak meninggalkan tugas sehari-hari dan tidak merugikan anak didik. Pelaksanaan model akreditasi ini dapat dilaksanakan dengan melakukan kerjasama antara unit pembina guru dengan LPTK atau perguruan tinggi yang mempunyai program kependidikan. Unit pembina guru misalnya Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (P4TK), Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan, dan Dinas Pendidikan Kabupaten dan Propinsi.
Model Belajar Jarak Jauh (BJJ), diperuntukkan bagi guru yang tinggal jauh dari LPTK penyelenggara. Dengan mengikuti program BJJ, guru tidak perlu meninggalkan tugas mengajar sehari-hari. Tutorial diadakan satu minggu sekali, di tempat yang mudah dijangkau oleh para guru. Tutorial berfungsi sebagai pemantapan substansi kajian yang telah dibaca oleh para guru, berbagi masalah pembelajaran dan mengkaji cara pemecahannya, kemudian diterapkan di sekolah masing-masing.
Model Berkala, dimana proses pelaksanaan kualifikasi guru model berkala dilakukan pada saat liburan sekolah. Model ini terdiri dari dua jenis. Pertama, Model Berkala Terpadu, yakni proses perkuliahan dilakukan pada saat liburan antar semester genap dan semester ganjil di sekolah. Kedua, Model Berkala Model Blok Waktu (Block Time), dimana perkuliahan dilakukan pada saat liburan sekolah saja dalam satu satuan blok waktu.
Model Berdasarkan Peta Kewilayahan, dimana model ini dilaksanakan sebagai alternatif pengembangan kebutuhan layanan kualifikasi berdasarkan kekuatan yang dimiliki oleh kelembagaan LPTK dan P4TK di wilayah. Dalam hal ini dilihat sejauhmana kekuatan LPTK sebagai pusat pengembangan keilmuan tertentu dan kekuatan P4TK sebagai pusat pengembangan mata pelajaran. Kedua lembaga tersebut dapat bekerja sama untuk melaksanakan program kualifikasi berdasarkan spesifikasi mata pelajaran yang dikembangkan oleh P4TK dan disepakati oleh LPTK.
Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) Berbasis ICT. Program ini merupakan program peningkatan kualifikasi khusus bagi guru SD (lulusan D-2) yang belum berkualifikasi S-1 untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang S-1.
Peningkatan Kualifikasi Akademik (PKA) Guru Berbasis KKG , dimana program ini merupakan peningkatan kualifikasi akademiki S-1 PGSD bagi guru SD dengan menggunakan sistem pendidikan jarak jauh yang diselenggarakan di kelompok kerja guru oleh perguruan tinggi yang ditunjuk.
Penutup
Pemerintah akan terus berusaha meningkatkan kualifikasi dan kompetensi guru. Hal ini sejalan dengan amanat UU No. 14 Tahun 2005, bahwa guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kalifikasi akademik dimaksud diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana atau program diploma empat. Disamping berkualifikasi sebagaimana dimaksud, guru-guru dituntut memiliki kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi. Implementasi program peningkatan kualifikasi dan kompetensi guru, termasuk sertifikasi guru, akan dilakukan secara bertahap. Tentu saja hal ini mengharuskan partisipasi aktif masyarakat dan terutama penyelenggara pendidikan.
Makalah pada Forum Seminar Nasional “Peningkatan Profesionalisme Pendidik dalam Upaya Mewujudkan Sumberdaya Manusia Pendidikan yang Unggul dan Mandiri yang diselenggarakan oleh Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI) Jawa Tengah, tanggal 20 Desember 2008.


Sumber:

http://www.ispi.or.id/category/makalah/

Profesi pendidik dan tenaga kependidikan

Pelayanan pendidikan dalam kehidupan global menuntut standar profesi pendidik. Standar nasional pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum NKRI.

Standar pendidik dan tenaga kependidikan adalah kriteria kelayakan fisik maupun mental, serta pendidikan dalam jabatan. Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan (UU No 20 Th 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional).

Komitmen pemerintah terhadap penjaminan mutu makin kuat ditandai dengan lahirnya UU No 20 Th 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, UU No 14 Th 2005 tentang UU Guru dan Dosen, dan PP No 19 Th 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.

Dalam UU dan PP tersebut dinyatakan bahwa pendidik harus memiliki kualifikasi minimum dan sertifikat kompetensi sesuai dengan jenjang kewenangan mengajar. Sertifikat pendidik merupakan pengakuan terhadap kompetensi seseorang untuk melakukan pekerjaan sebagai pendidik.

Tujuan

Tujuan sertifikasi adalah menentukan kelayakan seseorang sebelum memasuki atau memangku jabatan profesional sebagai pendidik. Manfaat sertifikasi, yaitu satu, melindungi profesi pendidik dari praktik-praktik yang tidak kompeten yang dapat merusak citra pendidik. Dua, melindungi masyarakat dari penyelenggaraan pendidikan yang tidak profesional dan bertanggungjawab.

Tiga, menjaga lembaga penyelenggara pendidikan dari keinginan internal dan tekanan eksternal yang menyimpang dari ketentuan yang berlaku.

Empat, menjadi sarana penjaminan mutu pendidik.

Sertifikat pendidik diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi dan ditetapkan oleh pemerintah.

Dilaksanakan secara objektif, transparan, dan akuntabel. Setiap orang yang telah memperoleh sertifikat pendidik memiliki kesempatan yang sama untuk diangkat menjadi pendidik pada satuan pendidikan tertentu.

Pemerintah Pusat dan daerah wajib menyediakan anggaran untuk peningkatan kualifikasi akademik dan sertifikasi pendidik bagi guru dalam jabatan yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.

Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kualifikasi akademik yang dimaksud adalah tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi dengan ijazah dan/atau sertifikat keahlian yang relevan. Kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi: kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional dan kompetensi sosial.

Yang dimaksud kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.

Kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berahlak mulai. Kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkannya membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan.

Kompetensi sosial adalah kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.

Pendidik yang telah bersertifikat akan dapat melaksanakan tugas profesionalnya dengan baik, dan berhak memperoleh penghasilan di atas kebutuan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial serta pengembangan diri untuk menunjang peningkatan keprofesionalannya.

Pada saatnya nanti, semua guru baru harus memiliki sertifikat profesi pendidik sebelum diangkat sebagai guru. Sertifikat profesi pendidik diberikan oleh satuan pendidikan terakreditasi atau lembaga sertifikasi kepada calon pendidik dan pendidik sebagai pengakuan terhadap kompetensi untuk melaksanakan pekerjaan sebagai pendidik setelah lulus uji sertifikasi (kompetensi). Sertifikasi profesi pendidik merupakan proses pengujian kompetensi calon pendidik sebagai dasar pengakuan terhadap kompetensi untuk melakukan pekerjaan sebagai pendidik setelah lulus uji sertifikasi yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan terakreditasi atau lembaga sertifikasi.

Dengan demikian tujuan sertifikasi profesi pendidik adalah untuk menentukan kelayakan dan kewenangan seseorang sebelum memangku jabatan profesi pendidik. Namun, karena pendidikan profesi guru dirancang dibuka tahun 2006 dan baru meluluskan paling cepat akhir tahun 2007, maka syarat tersebut baru dapat dilaksanakan pada tahun 2008. Dengan demikian untuk tahun 2006-2007 pengangkatan guru baru masih menggunakan pola lama dengan kualifikasi minimal S1 tau D4. Guru yang sudah berkualifikasi S1 atau D4 dan memiliki pengalaman kerja minimal lima tahun pada tanggal 1 Juli 2006, dapat langsung ikut uji sertifikasi, dengan syarat memperoleh rekomendasi dari atasan yang didasarkan atas prestasi kinerja dan hasil uji kompetensinya.

Jika lulus akan memperoleh sertifikat profesi pendidik dan jika tidak lulus diberi kesempatan uji ulang maksimal 2 kali. Sedangkan guru berkualifikasi S1 atau D4 dengan pengalaman kerja kurang dari lima tahun pada tanggal 1 Juli 2006, harus mengikuti pendidikan profesi sebelum mengikuti uji sertifikasi.

Guru yang berlatar belakang pendidikan dibawah S1, harus mengikuti peningkatan kualifikasi menjadi S1, baru setelah itu berlaku ketentuan untuk mengikuti uji sertifikasi. Guru yang berumur minimal 56 tahun tidak wajib ikut uji sertifikasi. Kepada yang bersangkutan diberikan "tunjangan pengabdian" atau "tunjangan lain" yang setara dengan tunjangan profesi. (11)

- Prof Dr H Mungin Eddy Wibowo,M Pd,Kons, pembantu rektor I Unnes, anggota Badan Standar Nasional Pendidikan-BSNP.


Sumber:
http://www.suaramerdeka.com/harian/0602/06/opi04.htm